Invalid Date
Dilihat 1.485 kali
ASAL MULA MASUKNYA ORGANISASI MUHAMMADIYAH DI DESA PASUI KEC. BUNTU BATU
‘’The Origins Of The Entry Of The Muhammadiyah Organization In Pasui Village Subdistrict Buntu Batu’’
muh.farham ramli1 ,insan dwi dermawan2, inayah sakinah3, afra afifah4,anugra pertiwi5
pembimbing; Abdul jasim ishaq,Beni wahardika, fahrul ramli
(ruangdigitalsirandepala@gmail.com)
Dewasa ini perkembangan organisasi menjadi buah bibir di berbagai kalangan, baik organisasi islami,kepemudaan, yang profit maupun nonprofit, desa pasui merupakan salah satu desa yang merangkak maju dengan keadaan wasyarakat yang homogen maka perkembangan organisasi di desaa pasui begitu pesat, selain pergerakan muhammadiayah yang selaras dengan kebudayaan dipasui itu sendiri, tujuan dari peneliti dalam penulisan ini tidak lain ingin mengetahui kapan terbentuknya organisasi muhamadiyah di pasui bagaimana struktur organisasi muhammadiyah dipasui juga bagaimana masuknya organisasi muhammadiyah dipasui dan tahun kapan masuknya muhammadiyah dipasui, sebab banyak para pemuda yang sudah melupakan hal tersebut, dalam penelitian menggunakan metode deskriptif dimana kami para peneliti menggunakan metode wawancara dan dokumentasi setelah itu kami menyimpulkan sesuai hasil wawancara dan dokumentasi tersebut, dari hasil tersebut kami mendapati bahwasanya organisisa muhammadiayah pasui masuk pada tahun 1946 dimana telah menjalankan pergantian ketua sebanyak lima kali sejak berdirinya hingga sekarang yang di nahkodai pertama kali oleh lahuseng ambe’ ucak selama 3 periode lamanya dan sampai sekarang dipimpin oleh rahmad. Maka dengan adanya pergantian kepengurusan ini bisa dinyatakan oraganisasi muhammadiayah sangatlah masif di desa pasui sealin itu juga desa pasui merupakan asal mula masuknnya organisasi muhammadiyah di kecamatan buntu batu hingga saat ini yang terus berjalan.
Kata kunci : asal mula, muhammadiyah, desa pasui
A. KATA PENGANTAR.
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah
tentang Sejarah Muhammadiyah di Pasui
Karya ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memprlancar pembautan karya ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan karya ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga karya tulis ilmiah tentang Sejarah
Muhammadiyah di Pasui
ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi
terhadap pembaca.
B. KAJIAN TEORI
Muhammadiyah masuk di Pasui Pada Tahun 1946 Sebagai perintis dan sekaligus sebagai pengurus ranting Muhammadiyah Buntu Batu yang diutus untuk belajar agama islam (Muhammadiyah) di Rappang yaitu :
1. Palangi aliyas Iyekna Lahi sebagai ketua merangkap sekertaris
2. Malang aliyas ambe’ Lahuseng sebagai ketua I
3. Sialla’ aliyas ambe’ Marahiba sebagai penasehat
yang datang dari ujung pandang untuk meresmikan ranting Muhammadiyah Buntu Batu yaitu : BS BARANTIK dan HJ. SAINI
Pengurus pimpinan cabang muhammadiyah :
1. Lahuseng Ambe’ Uca 3 (periode)
2. H. Ilyas (2 periode)
3. Adnan Sabil (1 periode)
4. Pammana (3 periode)
5. Rahmat.D (sekarang)
awal mula Muhammadiyah berasal ,Berasal dari Rappang, Kab. Sidrap, yang di ketuai oleh Almarhum K.H.Jabbar Asiri anak kandung HJ.Saini.
perkembangan Muhammadiyah dari awal hingga sekarang, Perkembangan Muhammadiyah di Pasui berkembang dari tahun ke tahun mulai dari tahun 1946 sampai sekarang 2023 karena adanya dukungan dan partisipasi oleh Masyarakat Pasui dan karna Masyarakat buntu batu pada saat itu kehidupan beragamanya memang bagus hingga ajaraan muhammadinya dapat di terima di pasui dan sekitarnya hingga muhammadiya tidak pernah surut .walaupun sekarang tidak semuanya muhammadinya tapi bisa di katakana bahwa ajaran muhammadiya bisa di terima oleh Masyarakat.
penyebab Muhammadiyah masuk di Pasui, Di awali dengan rentetan peristiwa yang pernah terjadi d(i indonesia umumnya dan daerah duri hususnya diantaranya :
1.Gerakan revolusi fisik
2.Gerakan darul islam ( DI/TII)
3. G.30.S/PKI.
Mengapa Muhammadiyah masih bertahan sampai sekarang, Karena memang awalnya Muhammadiyah mempunyai aspirasi keagamaan yang memang kental dari DI/TII
C. ISI
Pada tahun 1946 terbentuklah ranting Muahammadiyah di Pasui, dengan nama ranting Muhammadiyah Buntu-Batu, cabang Muhammadiyah pada masa itu berkedudukan di Rappang yang di ketuai oleh Almarhum K.H.Jabbar Asiri anak kandung HJ.Saini. Sebagai perintis dan sekaligus sebagai pengurus ranting Muhammadiyah Buntu Batu yang diutus untuk belajar agama islam (Muhammadiyah) di Rappang yaitu :
1. Palangi aliyas Iyekna Lahi sebagai ketua merangkap sekertaris
2. Malang aliyas ambe’ Lahuseng sebagai ketua I
3. Sialla’ aliyas ambe’ Marahiba sebagai penasehat
Untuk yang datang dari ujung pandang untuk meresmikan ranting Muhammadiyah Buntu Batu yaitu : BS BARANTIK dan HJ. SAINI
Pengurus pimpinan cabang muhammadiyah :
1. Lahuseng Ambe’ Uca 3 (periode)
2. H. Ilyas (2 periode)
3. Adnan Sabil (1 periode)
4. Pammana (3 periode)
5. Rahmat.D (sekarang)
Perkembangan Muhammadiyah di Pasui berkembang dari tahun ke tahun mulai dari tahun 1946 sampai sekarang 2023 karena adanya dukungan dan partisipasi oleh Masyarakat Pasui dan karna Masyarakat buntu batu pada saat itu kehidupan beragamanya memang bagus hingga ajaraan muhammadinya dapat di terima di pasui dan sekitarnya hingga muhammadiya tidak pernah surut .walaupun sekarang tidak semuanya muhammadinya tapi bisa di katakana bahwa ajaran muhammadiya bisa di terima oleh Masyarakat.
Di awali dengan rentetan peristiwa yang pernah terjadi d(i indonesia umumnya dan daerah duri hususnya diantaranya :
1. Gerakan revolusi fisik, mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamirkan, Sulawesi Selatan khususnya Tentara Nika dengan korbannya 4o jiwa yang pernah tercatat.
2. Daerah duri sempat dikotak-kotakkan oleh Gerakan darul islam ( DI/TII)
3. Dan puncak semua kekacauan dan keresahan dari setiap peristiwa yang terjadi setelah meletusnya G.30.S/PKI.
Dan memang awalnya Muhammadiyah mempunyai aspirasi keagamaan yang memang kental dari DI/TII.
D.Sejarah Muhammadiyah di Sulawesi Selatan
1. MASUKNYA ISLAM
Penulis
sejarah Thomas W. Arnold menerangkan bahwa ketika Portugis pertama kali
memasuki Sulawesi Selatan tahun 1540 M, mereka menemukan telah banyak orang
Islam di Gowa ibukota Kerajaan Makassar.
Pada masa raja Gowa ke-10 Tunipalangga (1546 – 1565), raja ini memberi izin
kepada orang-orang Melayu untuk menetap di Mangalekana (Somba Opu). Raja Gowa
ke-12 Tunijallo’ telah mendirikan masjid bagi muslimin di tempat itu. Inilah
masjid pertama yang di dirikan di negeri orang Makassar dan Bugis di Sulawesi
Selatan. Para pedagang muslim itulah yang banyak memberi pengaruh kepada
orang-orang Makassar memeluk Islam.
Islamisasi di Sulawesi Selatan selanjutnya dihubungkan dengan kedatangan dan
peranan tiga orang ulama asal Minangkabau, secara khusus dikirim oleh Sultan
dari Kerajaan Aceh. Ketiga ulama itu : Abdul Makmur Khatib Tunggal (Datuk ri
Bandang), Khatib Sulaiman (Datuk Patimang) dan Abdul Jawab Khatib Bungsu (Datuk
Tiro).
Untuk penyebaran Islam secara efektif, ketiga ulama itu memandang perlu
menggunakan pengaruh Raja Luwu. Karena Luwu adalah kerajaan tertua dan rajanya
masih memiliki kharisma di kalangan raja-raja. Salah satu tonggak sejarah dalam
awal periode Islamisasi ini, bahwa raja yang mula-mula memeluk Islam di
Sulawesi Selatan ialah Datu Luwu La Patiware’ Daeng Parabbung, diberi gelar
Sultan Muhammad, pada tanggal 13 Ramadhan 1013 H. (1603 M).
2. PROSES ISLAMISASI
Ketiga
ulama tersebut selanjutnya meminta kepada Raja Luwu petunjuk tentang upaya
dakwah Islam di kerajaan lainnya. Datu Luwu memberi pertimbangan, bahwa
sebaiknya beliau bertiga menghubungi kerajaan kembar : Gowa Tallo (Kerajaan
Makassa). Kerajaan yang sangat terkenal sebagai yang terkuat memiliki supremasi
politik di Sulawesi Selatan.
Ketiga ulama itu segera berangkat menuju Gowa Tallo. Tapi kemudian mereka
sepakat untuk berpisah guna menunaikan dakwah Islam. Abdul Jawab Khatib Bungsu
singgah du daerah Tiro (Bulukumba), beliau mengembangkan Islam dengan
pendekatan tasawuf. Sulaiman Khatib Sulung, setelah tiba bersama Abdul Makmur
Khatib Tunggal di Gowa, Sulaiman kembali lagi ke Luwu untuk mengajarkan agama
Islam di sana dengan mengutamakan keimanan (tauhid) serta mempergunakan konsep
ketuhanan Dewata Seuwae yang telah berkembang sebelumnya sebagai metode
pendekatan. Yang menetap di Gowa ialah Abdul Makmur Khatib Tunggal (Datuk Ri
Bandang).
Abdul Makmur Khatib Tunggal berhasil mengislamkan raja Tallo I Malingkaan Daeng
Manyonri dan Raja Gowa I Mangarangi Daeng Manrabia. Raja Tallo diberi gelar
Sultan Abdullah Awwalul Islam, sedang Raja Gowa diberi gelar Sultan Alauddin.
Peristiwa bersejarah ini terjadi pada tanggal 9 Jumadil Awal 1015 H bertepatan
dengan tanggal 22 September 1605 M, pada malam Jumat.
Kerajaan Tallo dan kerajaan Gowa adalah kerajaan kembar, lazim disebut Kerajaan
Makassar saja. Dua tahun kemudian, seluruh rakyat Gowa dan Tallo dinyatakan
memeluk Islam. Dilaksanakan dengan upacara shalat Jumat bersama yang pertama di
masjid Tallo pada tanggal 9 November 1607. Kerajaan Makassar dengan resmi
memproklamirkan Islam sebagai agama resmi kerajaan. Dengan demikian Makassar
adalah kerajaan Islam yang pertama di Sulawesi Selatan.
Pada masa sebelum datangnya Islam, ada suatu konvensi raja-raja Bugis dengan
raja Makassar, suatu paseng (Ikrar) bahwa siapa di antara
mereka menemukan jalan yang lebih baik maka hendaklah di antara mereka
menemukan jalan yang lebih baik maka hendaklah menyampaikannya kepada yang
lainnya. Sebab itu Makassar mendapat kehormatan sejarah untuk menjadi pusat
dakwah Islam di Sulawesi Selatan pada awal abad ke-17.
Atas dasar paseng itu, Sultan Alauddin mengirim utusan
kepada segenap raja-raja di seluruh Sulawesi Selatan. Beberapa kerajaan kecil
menerima seruan Islam itu dengan baik dan sebagiannya menolak, karena curiga
tentang kemungkinan adanya tujuan-tujuan politis dari raja Gowa Tallo. Termasuk
yang menolak ialah raja-raja : Bone, Wajo dan Soppeng dikenal dengan
Tellumpoccoe, tiga serangkai yang besar.
Akibatnya kerajaan Makassar mengangkat senjata menghadapi mereka, terkenal
dalam sejarah Bugis sebagai peperangan Islam (musu sellengnge), selama empat
tahun Sulawesi Selatan berhasil diislamkan secara resmi sampai kepada Toraja.
Berturut-turut menerima Islam : Kerajaan Sidenreng dan Rappang tahun 1608,
Kerajaan Soppeng tahun 1609, kerajaan Wajo tahun 1610 dan kerajaan Bone tahun 1611.
Raja Wajo Lasangkuru Mulajaji ketika akan menerima Islam mengajukan syarat dan
disepakati oleh raja Gowa : “Tenna reddu muiwesseku, tenna timpa salewoku,
tenna sesse balaori tampukku”. Artinya, tidak merampas kerajaanku, tidak
mengambil harta rakyatku dan tidak mengambil barang-barang milikku.
Selanjutnya Islam menanamkan terus pengaruhnya dalam kehidupan masyarakat,
sehingga adat dan agama menyatu dalam sistem nilai dalam masyarakat Sulawesi
Selatan. Islam telah menjadi jiwa pertahanan rakyat, sehingga daerah ini
termasuk paling akhir dijamah oleh Belanda. Suatu bukti, bahwa barulah pada
tahun 1905 Kerajaan Sidenreng dan Rappang di bawah Addatuang La Sadapotto
menyerah setalah melalui peperangan seru yang meninggalkan banyak korban,
karena rakyat tidak mau dijajah oleh orang kafir.
Adanya penganut agama Nasrani di daerah ini, karena agama itu terbawa oleh
penjajah Belanda. Jumlahnya pun relative sedikit, tidak terdapat pada suku
Makassar, Bugis dan Mandar sebagai suku terbesar Sulawesi Selatan.
3.GERAKAN PEMBAHARUAN
Muhammadiyah yang didirikan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 M
oleh K. H. Ahmad Dahlan segera mendapat sambutan meluas di nusantara ini. Di
Yogyakarta, organisasi ini lahir
mempelopori gerakan pembaharuan (tajdid) yaitu upaya mengembalikan dan memimpin
ummat kepada ajaran-ajaran Islam yang asli murni berdasar Al Qur’an dan Ash
Sunnah yang Shahih.
Hanya dalam waktu tiga belas tahun lebih, sesudah berdirinya Muhammadiyah,
daerah Sulawesi Selatan mendapat rahmat dengan masuknya Muhammadiyah di daerah
ini. Dalam kurun waktu yang cukup lama, sejak masa awal Islamisasi di Sulawesi
Selatan, menyatunya ajaran-ajaran agama dengan adat istiadat daerah,
berkembangnya ajaran-ajaran tarekat yang menyesatkan dengan memakai label
Islam, menyusul penjajahan Belanda yang mengeksploitasi rakyat sambil membawa
agama Nasrani; semua membawa permasalahan bagi umat Islam. Mereka banyak
tergelincir dalam perbuatan syirik, khurafat dan bid’ah; tapi tidak disadarinya
sebab kejahilannya terhadap Al Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Di samping itu
tiadanya bimbingan metode menghadapi gerakan nasrani dan penjajah.
Maka masuknya Muhammadiyah sebagai momen yang amat tepat bagi daerah ini.
Muhammadiyah dengan gerakan tablighnya, gerakan pendidikannya, sekolah-sekolah
yang dibangunnya, penyantunannya terhadap kaum fakir miskin dan anak-anak
yatim, pengaturan sistem zakat, pemantapan cara-cara beribadah sesuai dengan
sunnah Rasul, segera memberi wajah baru bagi ummat Islam Sulawesi Selatan.
Bagi kaum muda, lembaga kepanduan HW (Hizbul Wathan) menjadi pesemaian
tumbuhnya pemimpin-pemimpin umat dan pejuang-pejuang bangsa. Mayoritas pemimpin
dan pejuang kemerdekaan adalah hasil binaan Hizbul Wathan Muhammadiyah. Para
syuhada yang gugur dalam revolusi fisik, banyak pula berasal dari kepanduan
ini. Maka sejarah dan profil Sulawesi Selatan dewasa ini, gerakan pembaharuan
Muhammadiyah banyak menyumbangkan andilnya.
4.BERDIRINYA MUHAMMADIYAH
SULAWESI SELATAN
Muhammadiyah
masuk di Sulawesi Selatan adalah atas inisiatif Mansyur Al Yamani. Ia
mengundang beberapa orang berkumpul di rumah H. Yusuf Dg. Mattiro di Batong
(sekarang pangkalan Soekarno). Pertemuan pertama ini dihadiri oleh 15 orang.
Mansyur Al Yamani menjelaskan tentang Persyarikatan Muhammadiyah sebagai
gerakan tajdid, khususnya tentang azas dan tujuan organisasi ini. Ketua PP
Muhammadiyah waktu itu ialah K.H. Ibrahim (periode 1923 – 1932).
Sebagai hasil musyawarah dalam pertemuan itu, disepakati mendirikan
Muhammadiyah saat itu juga, pertemuan pada malam Ahad tanggal 15 Ramadhan 1346
H / 30 Maret 1926 M. Saat inilah dicatat sebagai momen historis berdirinya
Muhammadiyah di Sulawesi Selatan.
Disusun pula pengurus Muhammadiyah yang terdiri dari mereka yang bermusyawarah
waktu itu, sebagai berikut :
Ketua H.
Yusuf Dg. Mattirodan
Wakil Ketua K.H. Abdullah.
Sekretaris I H. Nuruddin Dg. Magassing
Sekretaris II Daeng Mandja
Bendahara H. Yahya.
Pembantu-pembantu
Mansyur Al Yamani,
H. A. Sewang Dg. Muntu,
G. M. Saleh,
H. Abd. Karim Dg. Tunru,
Osman Tuwe,
Daeng Minggu dan
Abd. Rahman.
Pada malam itu juga Pengurus menulis surat pemberitahuan ke PP Muhammadiyah di
Yogyakarta. Kurang lebih 15 hari, datanglah surat balasan pengakuan Pimpinan
Pusat (Hoofdbestuur) atas berdirinya dengan istilah “Grup Muhammadiyah
Makassar”.
Kemudian Mansyur Al Yamani di utus ke Yogyakarta mengundang Pimpinan Pusat,
H.M. Yunus Anis selaku Wakil Pimpinan Pusat di Yogyakarta datang ke Makassar
pada bulan Juli 1926, mengadakan pertemuan terbuka (openbare vergadering)
yang dihadiri oleh sekitar seribu pengunjung, menjelaskan tentang dasar dan
tujuan gerakan pembaharuan ini. Sesudahnya, mengalirlah masyarakat memohon
menjadi anggota Muhammadiyah.
Di penghujung tahun 1926, “Gerup Muhammadiyah Makassar” disahkan menjadi
“Cabang Muhammadiyah Makassar”. K.H. Abdullah dan Mansyur Al Yamani, dua tokoh
yang selanjutnya memimpin gerakan Muhammadiyah memasyarajkatkan cita-citanya.
Maka di awal tahun 1927 Muhammadiyah mulai melangkah keluar kota Makassar.
Berturut-turut daerah yang menerima Muhammadiyah : Pangkajene-Maros, Sengkang,
Bantaeng, Labbakang, Belawa, Majene, Balangnipa Mandar.
Pada tahun 1928 Muhammadiyah memasuki daerah-daerah : Rappang, Pinrang, Palopo,
Kajang, Maros, Soppeng Riaja, Takkalasi, Lampoko, Ele (Tanete), Takkalala dan
Balangnipa Sinjai.
Di bawah kepemimpinan K. H. Abdullah dan Mansyur Al Yamani, dengan Sekretaris
H. Nuruddin Dg. Magassing; K.H. Abdullah yang pernah belajar di Makkah selama
10 tahun, bekerja keras mengembangkan Muhammadiyah, menambah anggota,
memberantas kemusyrikan, bid’ah, khurafat, tahayul. Memimpin pendirian masjid
dan mushalla, sekolah-sekolah dan rumah-rumah pemeliharaan anak yatim.
Diselenggarakannya berbagai pengajian dan pertemuan tabligh di tempat-tempat
umum. Demikian pula gerakan yang sama diselenggarakan oleh Aisyiyah selaku
Muhammadiyah bagian perempuan.
Gerakan Dakwah itu berjalan terus walaupun selalu diawasi keras oleh P.I.D.,
Polisi Hindia Belanda.
Menjelang Muktamar (kongres) ke-21, praktis seluruh daerah di Sulawesi Selatan
telah berdiri Persyarikatan Muhammadiyah. Muktamar Muhammadiyah ke-21 pada
tanggal 1 Mei 1932 dapat dilangsungkan Muktamar, dihadiri oleh utusan-utusan
dari seluruh Indonesia. Kemudian kota ini mendapat kehormatan untuk kedua
kalinya, Muktamar Muhammadiyah ke-38 pada tanggal 1-6 Syaban 1391 H atau 21-26
September 1971. Kota Makassar, juga disebut Ujung Pandang dewasa ini.
Sifat perkembangan Muhammadiyah sejak masuknya sampai khususnya pada Muktamar
ke-38, mirip dengan perkembangan Islam di awal perkembangannya di Sulawesi
Selatan, yaitu berkembang dengan persuasif pada masyarakat, dipelopori oelh
kaum ulama dan hartawan dai srata yang sama yakni bangsawan. Hanya saja
kelebihan berkembangnya Islam, masuknya keterlibatan langsung para pengatur
kekuasaan (raja-raja)
DAFTAR PUSTAKA
D. BIODATA NARASUMBER
1. NAMA : PAK PAMMANA
JABATAN : KETUA MUHAMMADIYAH CABANG PASUI (TAHUN 2003-2023)
2. NAMA : RAMHAT.D
JABATAN : KETUA MUHAMMADIYAH CABANG PASUI (SEKARANG)
WEB: http://sulsel.muhammadiyah.or.id/content-3-sdet-sejarah.html
Bagikan:
Desa Lapeo
Kecamatan Campalagian
Kabupaten Polewali Mandar
Provinsi Sulawesi Barat
© 2025 Powered by PT Digital Desa Indonesia
Pengaduan
0
Kunjungan
Hari Ini